Dalam keseharian, istilah “ngaji” sudah akrab di telinga kita. Kegiatan ini bukan sekadar belajar membaca dan memahami Al-Qur’an, tetapi mengandung makna spiritual yang dalam. Ngaji menjadi sarana perjalanan jiwa yang bukan hanya menerangi hati sang pembaca, tapi juga memberi sinar bagi orang lain. Bagi santriwati, mengajar ngaji menjadi bentuk nyata pengabdian kepada umat, terutama dalam membimbing para ibu di masyarakat.
Belajar Al-Qur’an tidak hanya soal melafalkan huruf, tetapi juga menyelami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Setiap huruf yang dibaca dan ayat yang direnungi adalah bagian dari proses menuju kesadaran ruhani. Santriwati yang mengajar tidak hanya menyampaikan ilmu, tapi juga menjadi perantara cahaya yang menuntun hati yang rindu petunjuk. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis riwayat Bukhari, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” Hadis ini menegaskan betapa tinggi derajat orang yang mengajarkan Al-Qur’an, termasuk para santriwati yang mendedikasikan diri untuk misi tersebut.
Peran santriwati tidak berhenti pada proses belajar, melainkan meluas menjadi agen perubahan sosial. Melalui pengajaran ngaji kepada kaum ibu, mereka membantu memperkuat landasan spiritual dalam rumah tangga. Ibu yang memahami Al-Qur’an akan menjadi panutan dalam keluarga, menanamkan nilai-nilai Islam pada anak-anaknya, dan menciptakan lingkungan yang religius. Dari sinilah tumbuh generasi baru yang berakar kuat pada ajaran agama.
Seringkali, kegiatan ngaji terlihat sederhana hanya duduk bersama, membuka mushaf, dan membaca ayat demi ayat. Namun, dari momen kecil itulah lahir pahala besar. Setiap huruf Al-Qur’an yang dilafalkan oleh seorang ibu atas bimbingan santriwati menjadi amal jariyah yang terus mengalir. Ilmu yang diajarkan hari ini akan terus hidup dalam kehidupan keluarga dan anak cucu mereka kelak.
Dampak dari kegiatan ngaji bukan hanya terasa secara pribadi, tetapi membawa pengaruh luas dalam lingkungan sekitar. Ibu-ibu yang memperoleh pengetahuan agama akan lebih bijak dalam mendidik dan membimbing keluarganya. Hal ini akan melahirkan komunitas yang lebih berilmu, beriman, dan penuh nilai-nilai positif. Dalam jangka panjang, masyarakat yang dibangun dengan fondasi Al-Qur’an akan lebih tangguh, sejuk, dan harmonis.
Respon para ibu terhadap kegiatan ngaji sungguh luar biasa. Dengan penuh semangat mereka datang, bertanya, belajar, dan berdiskusi. Setiap pertemuan menjadi ajang bertukar ilmu dan menumbuhkan kebersamaan. Antusiasme ini menjadi pemantik semangat bagi para santriwati untuk terus mengajar dan berkontribusi. Melihat perubahan dan kemajuan para ibu menjadi kebahagiaan tersendiri yang menumbuhkan rasa syukur dan bangga dalam hati santriwati.
Mengajar ngaji bukan hanya bentuk pengabdian, tapi juga ladang pahala dan bukti cinta terhadap ilmu dan umat. Peran santriwati dalam menyebarkan cahaya Al-Qur’an adalah bukti bahwa generasi muda mampu menjadi penggerak perubahan positif. Mari kita dukung langkah mereka karena lewat tangan-tangan mereka, ilmu ditanamkan, iman diteguhkan, dan cahaya Islam terus menyala di tengah masyarakat.
Penulis: Dewi Puspitasari | Editor: Fahrija Romadhoni